//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Buddhist Wisdom Dalam Manfaat Hidup Beragama  (Read 2450 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Buddhist Wisdom Dalam Manfaat Hidup Beragama
« on: 17 June 2011, 06:09:51 AM »
Buddhist Wisdom Dalam Manfaat Hidup Beragama
 
 

 
Yang terakhir ini lebih penting, karena merupakan mahkota, puncak ajaran agama Buddha. Ciri khas atau ciri istimewa agam Buddha adalah THE BUDDHIST WISDOM atau KEBIJAKSANAAN BUDDHIS. Ada dua hal Kebijaksanaan Buddhis; yang pertama agak mudah dan yang terakhir agak sukar.
 
Sering kali kami para bhikkhu mendengar keluhan dari umat: “Bhante, saya sudah menjaga diri saya, saya sudah berusaha menjalani hidup ini dengan sebaik – baiknya, sejujur – jujurnya, saya masih mempunyai kesempatan mengabdi untuk organisasi, untuk majelis, untuk perkumpulan sosial, untuk vihara, untuk para bhante dan sebagainya. Tetapi mengapa Bhante, saya masih mengalami kesusahan – kesusahan, kesulitan – kesulitan, kadang cacian, hinaan, fitnah dan bermacam – macam kesulitan yang tidak ada habis – habisnya?”
 
Lazimnya adalah Common Wisdom atau Kebijaksanaan Umum. Ada umat yang bertanya: “Bhante, mengapa ada rumah seseorang yang dijarah sampai habis dan dibakar ?” Common Wisdom atau kebijaksanaan umum mengatakan sekarang masyarakat ini sudah tidak punya norma, tidak takut lagi melakukan kekerasan, benar – benar bejat. Orang yang menjadi korban kekerasan akan marah pada orang yang melakukan penjarahan dan pembakaran. Itulah yang disebut dengan common wisdom, kebijaksanaan umum.
 
Tetapi kebijaksanaan Buddhis sangat berbeda. Kalau kita sudah hidup hati – hati, sudah melakukan hal – hal yang baik, yang benar tetapi masih menjadi sasaran kejahatan, sasaran kekerasan, maka agama Buddha akan menjawab bahwa karma kita sendiri sedang berbuah. Kalau bukan akhibat perbuatan (karma) kita sendiri, kita tidak akan mengalami penderitaan seperti yang dialami sekarang. Satu contoh: mengapa tetangga saya disebelah kanan dan kiri rumahnya tidak menjadi sasaran kekerasan tetapi mengapa hanya rumahnya sendiri? Karena karma buruk sedang berbuah pada dirinya. Buddhist Wisdom mengajak kita untuk melihat ke dalam diri kita dulu, tidak ke orang lain.
 
Common Wisdom atau kebijaksanaan umum selalu melihat ke diri orang lain dulu; wah dia jahat, dia tidak punya moral, dia itu bukan manusia, kerjanya marah terus. Tapi Buddhis Wisdom mengajak kita melihat ke dalam diri kita sendiri. Orang mengatakan The Buddhist Wisdom adalah uncommon wisdom, kebijaksanaan yang tidak umum.
 
Rumah orang yang menjadi sasaran kekerasan, dijarah bahkan sampai dibakar karena ada sebab, yaitu: dalam hidup yang lampau dia pasti pernah menjarah atau membakar rumah orang lain atau melakukan kejahatan lainnya. Kalau tidak ada sebab atau orang itu tidak membuat sebab, tidak mungkin akhibat akan datang pada orang tersebut. Jika kita telah mengerti kebijaksanaan Bhuddhis ini, maka kita tidak akan marah kepada orang yang melakukan penjarahan, kekerasan, fitnah, surat kaleng; justru yang timbul adalah karuna, rasa kasihan. “Saya kasihan melihat dia berbuat kejahatan, Bhante. Nanti kalau perbuatan dia berbuah, dia akan lebih menderita dari saya. Saya kasihan melihat tingkah laku dia, melihat perbuatan dia.”
 
Bukan kemarahan yang keluar, bukan kebencian yang keluar, bukan dendam yang keluar tetapi rasa kasihan. Kasihan kepada orang yang sudah berbuat jahat, karena kejahatan itu pasti akan berbuah penderitaan bagi dirinya.
 
Dulu didaratan Tiongkok ada seorang pejabat tinggi yang sangat tidak senang dan benci sekali kepada seorang guru meditasi yang sudah tua. Suatu hari pejabat ini dating ke vihara dimana Bhante, guru meditasi ini sedang berada. Pejabat itu kemudian bertanya : “Bhante, kalau Guru melihat saya seperti apa?" Guru menjawab, “Kalau saya melihat Yang Mulia, Yang Mulia seperti Buddha.” Murid – murid guru meditasi tersebut sudah menjadi tidak sabar. “Orang ini sangat membenci kepada agama Buddha, sangat tidak senang kepada guru. Mengapa guru memuji – muji, menyanjung – nyanjung dan mengatakan dia seperti Buddha.” Itu common wisdom, itu kebijaksanaan umum.
 
Sekarang murid – muridnya balik bertanya kepada pejabar tinggi tersebut: “Nah, kalau Yang Mulia Pembesar melihat guru saya seperti apa?” “Oh, gurumu seperti kerbau”, kata pejabat tersebut. Murid – murid guru meditasi menjadi marah: “Guru saya menghargai Tuan, memuji Tuan, menyanjung Tuan, mengapa Tuan menghina guru saya? Guru dikatakan binatang, dikatakan kerbau, hinaan yang luar biasa.” Itu juga the common wisdom, kebijaksanaan umum. Kebijaksanaan Buddhis berbeda. Kebijaksanaan Buddhis itu uncommon wisdom.
 
Bagaimana kebijaksanaan Buddhis melihat? Kebijaksanan – kebijaksanaan umum melihat bahwa Sang Guru dihina, dilecehkan dan dikatakan kebau oleh Pembesar. Kebijaksanaan Buddhis mengatakan Pembesar itu berotak kerbau; kalau tidak berotak kerbau, mulutnya tidak akan berbicara “kerbau”. Karena didalam otaknya berisi “kerbau”, dia mengucapkan “kerbau”. Tetapi pikiran guru meditasi itu pikiran yang murni. Yang dipikirkan selalu yang baik – baik saja karena itu mulutnya mengatakan: “Yang Mulia seperti Buddha.” Karena pikirannya baik, dari mulutnya akan keluar ucapan yang baik; kalau pikirannya jelek maka dari mulutnya akan keluar kata – kata yang jelek. Itu Buddhist Wisdom. Jadi yang sebenarnya Buddha adalah guru meditasi, sedangkan yang kerbau adalah Pembesar itu. Kalau kita memakai Buddhist Wisdom, kebijaksanaan Buddhis itu enak, kita tidak perlu marah – marah dan dendam.
 
Kalau kita mengalami kesulitan, dicaci – maki, teman yang dulu baik sekarang ingin menghancurkan usaha kita, kemudian kita datang kepada para bhikkhu. Para bhikkhu tidak akan berkata, “Bersabarlah, Anda sedang dicoba.” Tetapi akan mengatakan: “Karmamu sedang berbuah.” Mengapa dikatakan demikian? Yah, supaya dia tidak mendendam kepada orang itu, supaya dia tidak membenci kepada orang itu karena sendiri yang berbuah. Kalau bukan karmanya sendiri tidak mungkin dia mengalami hal yang seperti itu. Justru dia mearasa kasihan: “Saya kasihan melihat pegawai saya itu, perilakunya yang jahat akan membuat dia menderita, mungkin lebih sengsara dari penderitaan atau kesulitan yang sekarang sedang saya alami.”
 
Kita pasti menghibur yang menderita itu: “Di dunia ini tidak ada yang kekal, semuanya sementara, penderitaan yang kita alami juga tidak kekal, jangan membenci: kalau ada kesempatan berbuat baik tambahkan kebajikan.” Tetapi sebelum dihibur, pertama kali harus “ditembak” dulu dengan Buddhist Wisdom, bahwa karma jeleknya sendiri yang sedang berbuah; supaya tidak timbul kemarahan, tidak timbul dendam, tidak timbul kebencian.
 
Kebijaksanaan yang kedua agak sulit untuk dipahami, itulah mahkota keistimewaan agama Buddha; kalau dibandingkan dengan ajaran – ajaran lain. Apakah kebijaksanaan yang kedua? Agama Buddha meminta kepada kita “Siapkah untuk menerima perubahan ?” Tidak ada yang kekal dialam semesta ini, semuanya berubah. Apa yang tidak berubah? Apa saja berubah!
Perubahan memang dapat membawa kemajuan. Yang kecil menjadi besar; yang dulu tidak mampu sekarang hidupnya lebih baik; yang dibawah kemudian bisa naik; karena perubahan. Kalau tidak ada hokum pperubahan tidak ada kemajuan. Tetapi hokum perubahan tersebut juga membawa kehancuran; yang muda menjadi tua; yang sehat menjadi sakit; yang diatas kemudian turun ke bawah; yang sukses kemudian mengalami kegagalan, itu juga karena perubahan. Tidak ada yang abadi, tidak ada yang tetap dialam semesta ini.
 
Menurut agama Buddha, orang yang paling menderita adalah orang yang sulit menerima perubahan terutama perubahan yang tidak enak. Mengapa perubahan harus bisa diterima? Karena kita tidak bisa menghentikan perubahan.
 
 
….
 
 
 
Dikutip dari:
Buddhist Wisdom dalam Manfaat Hidup Beragama
Oleh: Sri Pannyavaro Mahatera
Ceramah Dhamma, 8 Juni 2003 di Teater Makasar, Makasar.
Diterbitkan oleh: Vihara Jakarta Dhammacakka Jaya
 
 
 
_/|\_ metta
« Last Edit: 17 June 2011, 06:17:49 AM by Mas Tidar »
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

 

anything