detikcom - Jakarta, Sesekali David Tobing memasukan gula ke dalam kopi kental. Dengan tenang dan teratur, peserta program doktor Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) ini menjawab pertanyaan-pertanyaan detikcom di sebuah kafe di sebelah PN Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya.
Seraya tak henti-henti memantau berita dari telepon selulernya, dia menjelaskan alasan mengugat pengelola parkir sebesar Rp 10 ribu. Senyum sumringah sesekali keluar dari ayah beranak 3 usai memenangkan kasus parkir ceban (Rp 10.000).
Mengapa Anda hanya menggugat Rp 10 ribu?
Kalau di lukisan, ada yang namanya paham realisme. Jadi saya maunya reliatik, yang nyata-nyata bisa dibuktikan dengan dilihat mata, dokumennya. Itulah yang saya ajukan. Kalau kerugian lain, banyak seperti dari segi waktu, biaya pendaftaran di pengadilan, dan segi lain atau hal-hal lain seperti kerugian immaterial. Untuk kasus ini saja saya habis hampir Rp 1 jutaan.
Tapi kerugian immateril itu sulit di buktikan di pengadilan. Kadangkala karena itu menghambat kemenangan kita di pengadilan dan hakim tak bisa melihat, mana buktinya lo rugi, ibarat orang betawi.
Ini bukan pertama, pada lalu, saya juga pernah menggugat airport tax sebesar Rp 10 ribu. Juga dulu pernah menggugat delay penerbangan maka saya harus beli tiket lagi, lalu saya gugat seharga tiket. Dan saya menang.
Mengapa hal sepele ini Anda perkarakan?
Pertama saya seorang advokat. Dalam UU fungsinya advokat adalah penegak hukum yaitu sebagai salah satu catur wangsa penegak hukum selain polisi, jaksa dan hakim.
Kalau ada hukum yang diselewengkan, ya advokat harus bertindak. Berdasar inilah saya bertindak. Kedua, saya juga konsumen, saya juga dirugikan maka saya mengajukan gugatan.
Yang ketiga, sebagai advokat dalam UU Advokat punya fungsi sosial, kalau fungsi sosial itu ya harus bagaimana menjalankan profesi berdampak banyak bagi orang banyak.
Ada yang bilang Anda cari sensasi?
Ya silakan saja, tapi yang pasti karena 3 hal diatas. Lalu kalau kemudian setelah itu ada dampak efek domino ke saya itu bukan tujuan saya, tujuan utama saya ya 3 di atas.
Kok uang Rp 10.000 dipermasalahkan?
Jadi begini, kita jarang menghargai uang, bukan masalah seribu rupiah, sepuluh ribu atau nominal uang kita yang paling rendah yaitu 50 rupiah, bukan masalah itu. Permasalahnnya kalau kita membiarkan sesuatu yang kecil saja dilanggar, maka kita akan terbiasa dilanggar maka yang besar pun dilanggar. Yang harus diambil pelajaran adalah bagaimana mendisplinkan diri untuk yang kecil. Tidak melakukan pelanggaran kecil.
Mengapa Anda mengambil jalur pengadilan?
Tujuan saya selain 3 di atas supaya ada referensi putusan pengadilan untuk kasus-kasus perlindungan konsumen di kemudian hari. Sebetulnya, kalau mudah ke kontak pembaca 2 hari lagi dijawab dan beres. Tapi itu tak berdampak untuk orang banyak. Dengan adanya putusan pengadilan maka berdampak bagi kasus lain.
Yang kedua berdampak untuk kemajuan hukum juga. Kasus-kasus yang saya tangani tentang perlindungan konsumen dijadikan bahan skripsi, thesis dan desertasi. Itu efek positif lainnya