Sarana Sembahyang (Puja/Persembahan)
Dalam melakukan sembahyang / Puja Bakti sebaiknya ada yang dipersembahkan / Puja yang merupakan :
1. Dupa / hio/ kayu garu
2. Bunga / puspe / puspa
3. Aloke / penerangan / lilin / lampu
4. Argha / air
5. Buah segar
6. Air teh
7. Bhojana / Navidya / Makanan bergizi
8. Ratna / Mustika
9. Mutiara
10. Pakaian
Dupa / hio / kayu garu
Persembahan kepada Hyang Buddha dan Bodhisattva sebagai pernyataan sikap ketulusan, kebesaran Hyang Buddha dan Bodhisattva yang dapat membimbing umat ke arah kemajuan, ketentraman, kebijaksanaan dan sekaligus dapat mengundang datangnya para Dewa, Naga, Asura, Yaksa, Gandharva, dan makhluk-makhluk lainnya, sekaligus juga dapat menciptakan suasana hikmat, sakral.
Dupa juga melambangkan jasa dan kebajikan perbuatan baik tanpa pamrih / paramita, akan berbuah pahala yang berlimpah-limpah bagaikan asap dupa dapat menyebar luas dimana-mana.
Bunga / puspa
Sebagai tanda kebesaran dari Ajaran Hyang Buddha beserta para Bodhisattva, indah, agung dan dapat menimbulkan getaran welas asih. Juga lambang dari ketidak-kekalan kehidupan di Svahaloka (dunia) ini, tumbuh, mekar, layu dan lenyap. Oleh karena itu selagi kita ada kesempatan berbadan sehat, kita harus selalu melakukan kebajikan untuk memupuk karma yang baik, bagaikan bunga yang indah dipersembahkan kepada yang layak dipersembahkan. Bunga yang segar indah dipersembahkan di altar, altar tersebut ada dupa yang telah dinyalakan, akan lebih banyak mengundang makhluk-makhluk yang membutuhkan.
Aloke / penerangan / lampu / lilin
Lampu penerangan dipersembahkan dihadapan Buddha dan dibacakan ayat kitab suci / Mantra oleh Arya Sangha, akan memperoleh pahala penerangan dalam kehidupan ini dan dapat mengundang para makhluk pelindung Dharma lebih banyak lagi, untuk melindungi kita serta mencegah dari mara bahaya.
Api dalam pengertian Sakral dari getaran Mantra / Dharani Hyang Buddha atau Bodhisattva akan dapat mengurangi / membakar kekotoran bathin dan menerangi perjalanan hidup ini, bagi yang mempersembahkan dengan penuh sujud dan kehendak memperoleh berkah, ia dapat dijahui oleh makhluk-makhluk jahat. Oleh karena itu api / geni disebut juga api pensucian. Api juga lambang dari semangat.
Argha / Argham / Arghya
Air atau sesuatu hasil bumi seperti biji-bijian yang mana merupakan lambang kehidupan, sekaligus juga lambang kekuatan berkah dari pensucian dari kebodhian.
Buah-buah segar / Makanan
- Buah segar dipersembahkan di altar Hyang Buddha, Bodhisattva atau dewata merupakan sikap pengorbanan tulus terhadap yang dipuja.
- Buah segar dipersem,bahkan merupakan tekad mengabdikan diri kepada semua makhluk dan membagi hasil pahala kita kepada orang lain.
- Ada beberapa dari para makhluk suci (para dewa ?dewi) yang hidup dari persembahan buah-buah segar dan makhluk-makhluk suci yang telah menerima persembahan itu akan melindungi kita dari gangguan-gangguan jahat, serta dapat menimbulkan nilai-nilai kesakralan / getaran suci.
Teh / Daun Teh / Air Teh
Teh yang dipersembahkan dengan sujud di altar dengan membaca Mantra / Sutra akan dapat memperkuat bathin dari gangguan Dewa Mara / anasir jahat, serta menambah kekuatan pribadi menghadapi gangguan-gangguan luar yang jahat / jelek, dan menimbulkan getaran suci atau menambah getaran yang baik di altar.
Bhojana / Navidya
Bhojana / navidya, makanan yang bergizi atau obat-obatan dipersembahkan di altar Hyang Buddha, Bodhisattva atau Dewa (ada sejenis dewata perlu sekali dengan obat-obatan ini / makanan bergizi), yang mana merupakan wujud tekad yang kuat dari umat untuk mempersembahkan miliknya yang paling berharga untuk menolong dan mengobati makhluk-makhluk lainnya (apabila dibacakan Mantra puja akan menimbulkan getaran-getaran yang sulit dijelaskan dengan pikiran manusia biasa, yang mana akan membawa pengaruh kemajuan dalam pencapaian keBoddhian / Dewa penolong dekat padanya).
Ratna / Mustika
Ratna merupakan pernyataan kebenaran sunyata tiada duanya (Buddha Dharma), dan untuk Tantra mistik perlu sekali, pada umumnya dipilih tujuh warna mustika : merah delima, biru, putih, kuning, ungu, hitam, hijau, yang mana merupakan unsur api, air, kesucian, logam mas, daya serap kesempurnaan / tanah, kehidupan / kayu, sekaligus lambang kebesaran ajaran Hyang Buddha.
Mutiara
Mutiara dari dalam air / lautan merupakan lambang penerangan yang abadi yang juga berarti ajaran Hyang Buddha tiada duanya, hanya 1 jalan menuju pembebasan.
Pakaian / perlindungan
Pakaian yang diberikan dihadapan Hyang Buddha Bodhisattva mempunyai arti simbolik perlindungan dari ajaran Hyang Buddha. Dapat diartikan juga, yang dipuja akan memberikan perlindungan kepadanya.
Oleh karena itu kita mengerti ajaran Hyang Buddha, sudah seyogyanya memberikan kebahagiaan / ketenangan kepada makhluk lainnya.
Tata cara sembahyang
Sembahyang atau puja bhakti adalah ungkapan rasa Sradha / keyakinan kepada Agama yang kita anut, oleh karena itu sikap dan tata cara sembahyang harus kita lakukan dengan sempurna.
Anjali
Berarti sebagai lambang dari bunga teratai yang masih kuncup (setiap manusia mempunyai benih keBuddhaan). Sikap memberi hormat dan sujud dengan cara merangkapkan kedua telapak tangan di depan dada.
Vairocana Mudra / Wensin
Ibu jari kanan dan kiri dirapatkan, begitu juga dengan jari telunjuk kanan dan kiri dirapatkan, sisa dari ketiga jari kanan yang telah ditekuk ke dalam dan sisa dari ketiga jari kaki membungkus ketiga jari kanan yang telah ditekuk lalu diangkat hingga kedua ibu jari menyentuh di tengah-tengah antara kedua alis mata yang mengandung arti : pencerapan kekuatan sutra dan Mantra yang kita baca.
Namaskara
Penghormatan yang dilandasi dengan sikap pasrah dan sikap melaksanakan Ajaran-Nya;
1. Anjali
2. Vairocana Mudra / Wensin (1x)
3. Lima anggota badan menyentuh bumi (3x)
4. Anjali
5. Vairocana Mudra / Wensin (1x)
Uraian Namaskara :
Dimulai dengan sikap berdiri dan anjali, didalam hati kita mengucapkan ku menghadap kepada Yang ku Muliakan, ku memberi salam dan penghormatan serta mengingat suri tauladan dan Ajaran-Nya, yang dapat memuliakan dan mensucikan diriku.
Badan dibungkukkan hingga 90 derajat, kedua telapak tangan diturunkan sampai posisi 3 jari dibawah pusar, kemudian badan ditegakkan kembali dan melakukan Vairocana Mudra / Wensin (1x).
Sewaktu berlutut, tangan diturunkan ke lantai yang dimulai dari telapak tangan kanan sambil mengucapkan :
Namo Buddhaya
Kemudian telapak tangan kiri diturunkan ke lantai dengan posisi di depan telapak tangan kanan sambil mengucapkan :
Namo Dharmaya
Kemudian telapak tangan kanan dipindahkan sejajar dengan telapak tangan kiri sambil mengucapkakn :
Namo Sanghaya, Svaha
Yang berarti kepada yang aku hormati ku menyerahkan jiwa dan ragaku,
Setelah itu, kepala ditundukkan hingga menyentuh lantai sambil diiringi dengan membuka kedua telapak tangan, mengepal lalu meletakannya kembali. Artinya :
Aku buka telapak tanganku untuk memohon berkah, bimbingan dan Ajaran-Nya.
Aku kepal telapak tanganku tanda aku menerima Ajaran dan berkah-Nya.
Aku meletakkan kembali kedua telapak tanganku ke lantai menyatakan aku siap memegang ajaran dan berkahNya sebagai pedoman dalam pelaksanaan hidupku.
Berdiri di atas tumpuan lutut, sikap melakukan doa yang sujud.
Sebagai ungkapan rasa menyesal, bertobat, memohon ampun dan memohon berkah.
Mudra ketenangan batin / Fang Cang
Disaat-saat tertentu pembacaan Mantra atau Dharani dilakukan sikap demikian, untuk lebih mendapatkan ketenangan dan mencerap getaran-getaran bathin dengan memakai tasbih searah jarum jam.
Pradaksina
Sikap sujud, hormat mengagungkan jasa-jasa Hyang Buddha sekaligus merupakan Samadhi dengan berjalan, pada umumnya dilakukan dengan mengikuti arah jarum jam / ke kanan.
Arti Namaskara
Setiap umat Buddha wajib setiap hari bernamaskara kepada Buddha, Dharma dan Sangha dengan tulus, hikmat dan iklas. Bila cara ini dilakukan terus menerus akan dapat mengikat jodoh lebih lanjut dalam perlindungan Triratna, serta akar kebajikan di dalam jiwa semakin berkembang.
Manfaat Namaskara
Setiap umat Buddha wajib setiap hari bernamaskara kepada Buddha, Dharma dan Sangha dengan tulus, hikmat dan iklas. Bila cara ini dilakukan terus menerus akan dapat mengikat jodoh lebih lanjut dalam perlindungan Triratna, serta akar kebajikan di dalam jiwa semakin berkembang. Dapat diharapkan kelahiran yang akan datang dilahirkan di Surga Buddha atau dilahirkan dalam lingkungan yang saleh yang beragama Buddha. Oleh karena itu Namaskara dengan sujud dan hikmat kepada Triratna dalam keyakinan yang teguh sangat baik adanya.
Setelah kita mengenal tatacara kebaktian Mahayana di atas, marilah kita mengenal arti dari paritta Maha Karuna Dharani dan Prajna Paramita Hrdaya Sutra yang didapat dari Suhu Shi Xian Bing (Anumodana Suhu.........).
MAHA KARUNA DHARANI
Maha Karuna Dharani adalah mantra Sang Avalokitesvara Bodhisattva (Kuan Im Pho Sat), yang disabdakan oleh Sakyamuni Buddha, sebagaimana disebutkan dalam The Sutra of the Vast, Great, Perfect, Full, Unimpeded, Great Compassion Heart Dhrani of The Thousand-handed, Thousand-eyed Bodhisattva who Regards the World Sounds?(Tripitaka Mandarin, buku XX) atau The Dharani Sutra (diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh the Buddhist Text Translation Society, San Fransisco, 1976).
Dharani atau mantra adalah kumpulan suku kata atau kata gaib/mistik yang mempunyai kekuatan luar biasa. Bila mantra dipergunakan dengan tepat dan benar, tiada hal yang tidak mungkin. Dalam karya terkenal The Indian Buddhist Iconography Benoytosh Bhattacharya menulis : Dengan mengucapkan mantra berulang-ulang, akan timbul kekuatan luar biasa, yang akan mengejutkan seluruh dunia.
Karunia artinya welas asih, rasa ingin membebaskan orang dari penderitaan. Jadi Maha Karuna Dharani adalah Dharani Maha Welas Asih atau Mantra Maha Welas Asih, artinya mantra yang dapat membebaskan umat dari semua penderitaan dan kesusahan serta memberikan kebahagiaan.
Dalam The Dharani Sutra disabdakan bahwa manfaat Maha Karuna Dharani antara lain untuk memperoleh kegembiraan dan kedamaian, kebebasan dari segala penyakit, umur panjang, kemakmuran, penghapusan karma berat, hilangnya halangan dan kesusahan, tumbuhnya dalam semua Dharma murni serta semua pahala dan kebajikan, lenyapnya segala penyakit, pencapaian tujuan.
Kunci terpenting adalah kemurnian hati dan kesujudan si pengucap mantra. Dalam Mantras, Sacred Words of Powers mendiang John Blofeld menulis Mantra luar biasa efektifnya, jika kondisi mental benar-benar dipenuhi Dalam Shambala Reviews of Books and Ideas (September 1976), ia menulis : Untuk pelaksanaan kegaiban cara Buddhis ini (pengucapan Maha Karuna Dharani), diperlukan standard moral yang agung.
PRAJNA PARAMITA HRDAYA SUTRA
Prajna Paramita Hrdaya Sutra merupakan salah satu Sutra yang terkenal dalam umat Buddha Mahayana. Terjemahan Sutra ini dalam bahasa Indonesia dikenal nama Sutra Hati atau Shin Cing (Mandarin). Untuk memahami Sutra ini, sebaiknya di baca dengan hikmat agar dapat lebih dipahami.
Yang Maha Suci Sang Avalokitasvara sedang membina Samadhi Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang (nirvana). Dalam pengamatan bathinNya, Beliau melihat dengan jelas, bahwa lima kelompok kegemaran (Panca-Skhanda) itu sebenarnya adalah kosong (Sunyata). Dengan pencapaian meditasiNya ini, maka Sang Avalokitesvara telah terbebas dari segala sumber sengsara dan derita.
O, Sariputra, wujud (rupa) tidak bedanya dengan kosong (sunyata), dan kosong (sunyata) juga tidak berbeda dengan wujud (rupa). Maka wujud pada hakekatnya adalah kosong dan kosong adalah wujud. Demikian pula halnya dengan perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran.
Sariputra, kekosongan dari semua benda tidak terlahirkan, tidak termusnahkan, tidak ternoda, tidak bersih, tidak bertambah, ataupun tidak berkurang.
Oleh sebab itu,dengan kekosongan maka tiada berwujud,tiada perasaan, pikiran, keinginan, dan kesadaran; tiada mata, telinga, hidung, lidah, tubuh dan pikiran; tiada wujud, suara, bau, rasa, sentuhan dan gambaran pikiran ; tiada alam penglihatan sampailah tiada alam kekuatan pikiran dan kesadaran (delapan belas alam pengenal)
Tiada 'timbul awal kebodohan' (avijja) maupun tiada 'timbul akhir kebodohan'; hingga usia dan kematian, tiada 'timbul akhir usia tua dan kematian'. Tiada 'timbul derita (Dukha)', lautan derita (samudaya), pelenyapan derita(Nirodha), dan jalan kebenaran (Marga) ; tiada 'timbul kebijaksanaan', maupun tiada 'timbul yang dicapai'.
Karena tiada yang dicapai, maka Bodhisattva mengandalkan Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai pantai seberang; oleh sebab itu hati nuraninya telah terbebaskan dari segala kemelekatan dan halangan.
Karena tidak ada lagi kemelekatan dan halangan, maka tidak ada rasa takut dan khawatir, dan dapat terbebas dari ilusi dan keterpedayaan, dengan demikian dapat mencapai Kesempurnaan Sejati.
Para Budha di masa lampau, sekarang, dan yang akan datang membina pada Kebijaksanaan Sejati untuk mencapai Kesadaran Sejati Tertinggi.
Maka kita mengetahui bahwa Maha Prajna Paramita adalah Mantra suci Agung, Mantra unggul dan Mantra yang tiada taranya; Yang benar dan tepat untuk menghapuskan semua derita.
Karena beliau mengucapkan Mantra Prajna Paramita yang berbunyi :
"Gate Gate Paragate Parasamgate Bodhisvaha"