//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Perjalanan  (Read 3479 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Perjalanan
« on: 16 May 2012, 07:02:19 AM »
Perjalanan hidup

Kehidupan ini sudah berjalan dan terus berjalan entah kemana arah dan tujuan setiap persinggahan selalu ada persinggahan lain tiada awal cerita perjalanan ini tiba tiba saja sudah ada diperjalanan yang tak berujung ini. Dari mana kah awal dan dimanakah akhir dari perjalanan yang melelahkan ini? Harus kah aku berhenti di jalan ini? Dapatkah aku kembali kerumah karena aku lelah dan letih.

Banyak yang bilang disepanjang perjalanan ini bahwa kita berjalan untuk kembali kerumah, karena kita adalah anak yang tersesat yang hendak mencari jalan pulang. Bila kita benar tersesat dan bila benar ada rumah sejati kita di ujung perjalanan ini mengapa aku merasa begitu lama dan jauh aku tidak pernah sampai kerumah itu adakah orang dirumah itu yang merindukan aku? Mengapa aku bisa tersesat mengapa dia tidak menjemput aku mengapa bila aku makin tersesat mengapa dia tidak menolong ku? Apakah ia sayang pada ku apakah ia membenci aku? Mengapa perjalanan ini aku harus jalani? Dimanakah dia sekarang? Mengapa dia membuat anak anak nya belajar untuk membenci dan memcinta apa maanfaat perasaan ini untuk nya?

Begitu banyak jalan yang ada disimpang ini? Begitu banyak pilihan untuk menjalankan nya. Tapi mengapa perasaan ini tidak nyaman untuk melakukkannya? Mengapa begitu banyak keraguan dalam hati ini akan banyak jalan disimpang ini dan tidak kepercayaan akan petunjuk jalan ini. Seorang teman seperjalan yang dulu begitu baik dan tulus membantu selama di perjalanan kehidupan ini sekarang ia sudah tidak lagi menemani aku. Banyak ketidak cocokan dan intrik dalam perjalan sebelumnya yang akhirnya membuat kami bertengkar ia mungkin terlalu bosan dan jenuh karena pertanyaan aku pada nya setiap hari kapan kita sampai dan benar kah jalan yang kita tempuh ini dapat kembali kerumah akhir dari tujuan kita. Dia selalu berkata yakinlah pada jalan ini dan jalankan saja nikmati selama perjalanan ini jangan pernah kau pertanyakan karena akan menjadi berat perjalanan ini bila kau trus bertanya setiap saat percaya pada keyakinan mu maka pada akhirnya kita akan sampai. Jawaban ini tidak memuaskan diri ku kawan karena satu pertanya an ku tidak terjawab sampai kapan kita harus berjalan aku sudah letih sudah lelah dan jenuh. Aku butuh kepastian!

Sepanjang jalan aku melihat begitu banyak mereka yang sakit, tua, dan pada akhirnya mereka mati. Berakhir di pinggir jalan dan terkulai tak berdaya tiada yang menolong tiada yang membantu aku bertanya pada mereka kenapa itu bisa terjadi dan mereka menjawab ini adalah sudah sifat dari kehidupan tiada yang dapat menolong mu akan takdir ini karena kau pasti akan mengalaminya siapa pun dia pasti akan mengalami sifat kehidupan ini. Aku bertanya pada seorang kakek tua bila anda mati di pinggir jalan ini berakhirkah perjalaannya dalam kehidupan? Ia menjawab kita tidak tahu karena kita belum mengalami tapi keyakinan saya membuat saya percaya bahwa setelah berakhir saya dikehidupan ini saya akan mencapai kerajaan yang maha besar dan agung karena saya berada dijalannya. Aku bertanya apa yang akan kakek lakukan di kerajaan itu? Sang kakek menjawab dengan ketidak pastiannya mungkin akan menjalankan kehidupan yang lain nya? Aku bertanya berarti kita masih menjalankan perjalanan kehidupan yang berbeda hanya alam dan dunianya? Jawab sang kakek mungkin nak. Bila itu benar berarti dialam sana kita tetap akan mengalami sifat kehidupan tua, sakit, dan mati. Setelah itu kemana lagi kita akan berada setelah mati dialam itu? Jawab sang kakek dialam itu kita tidak akan tua, sakit dan mati karena kita kekal abadi dialam itu. Apakah kakek tidak bosan dialam itu bila kehidupan hanya berputar putar saja dengan tiada berakhirnya karena apa yang awalnya enak menyenangkan lama kelamaan pasti akan bosan juga? Aku tidak tahu nak pertanyaan mu kelewat batas pengetahuan ku akan keyakinan diri ku cari saja jawaban itu pada perjalanan hidupmu sendiri jangan kau membuat aku ragu akan keyakinan ku ini karena ketidak nyamanan pertanyaan mu! Pergilah kau dari ku karena kau akan merusak dan membuat ku tidak nyaman akan perjalan kehidupaan ku mengigat aku akan segera berakhir di kehidupaan ini.

Adakah jalan untuk mengatasi sifat kehidupan ini?
Aku diam hening sesaat dipersimpangan jalan.
Hening,.... Damai,.... Hanya nafas yang kusadari.
Entah dari mana perasaan suka timbul dari dalam hati.
Aku tersenyum bahagia.
Perasaan bahagia ini terus berkembang meliputi seluruh tubuh.
Damai dan bahagia itu yang kurasakan.
Apakah dengan berhenti nya aku disini aku dapat merasakan kebahagian ini?
Inikah yang aku cari selama ini?
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Perjalanan
« Reply #1 on: 16 May 2012, 07:59:32 AM »
Perjalanan hidup

Kehidupan ini sudah berjalan dan terus berjalan entah kemana arah dan tujuan setiap persinggahan selalu ada persinggahan lain tiada awal cerita perjalanan ini tiba tiba saja sudah ada diperjalanan yang tak berujung ini. Dari mana kah awal dan dimanakah akhir dari perjalanan yang melelahkan ini? Harus kah aku berhenti di jalan ini? Dapatkah aku kembali kerumah karena aku lelah dan letih.

"Perjalanan" disini maksudnya perjalanan (samsara) ya, Gus? Btw, thread ini mau dibahas? atau kamu hanya mau curhat/sharing aja?
« Last Edit: 16 May 2012, 08:01:32 AM by dhammadinna »

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Perjalanan
« Reply #2 on: 16 May 2012, 11:15:10 AM »
Apa mau dibahas ?.....  :o

Hehehehehe terserah ini hanya yang ada dipikiran saya yang saya tuangkan menjadi tulisan.
Kalau mau dibahas boleh ga juga  ga apa apa.

Perjalan an disini adalah perjalan an kehidupan sehari hari kita yang trus terjadi bisa disebut samsara karena menurut ajaran budha kita hidup emang diroda samsara.

Tujuan saya menulis ini hanya bagi pemikiran apa itu tentang kehidupan.

Karena saya tertarik sekali tentang kehidupan karena itu saya sering merenung kenapa saya bisa ada didunia ini?
Dan untuk apa? Kenapa bisa?

Hehehe
 _/\_
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Perjalanan
« Reply #3 on: 16 May 2012, 12:17:29 PM »
^ ^ ^ oo ya uda.. Tadinya sih saya tertarik dengan keletihan/keraguan tentang "jalan menuju rumah". Tapi bingung juga mau bahas apa kalau ga ada pertanyaan spesifiknya..

Btw, berpikir/merenung/menyelidiki itu boleh-boleh aja, tapi jangan dijadikan beban. Kamu juga perlu tau, apa yang penting untuk dipikirkan/diselidiki dan apa yang tidak perlu.

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Perjalanan
« Reply #4 on: 16 May 2012, 05:48:16 PM »
^ ^ ^ oo ya uda.. Tadinya sih saya tertarik dengan keletihan/keraguan tentang "jalan menuju rumah". Tapi bingung juga mau bahas apa kalau ga ada pertanyaan spesifiknya..

Btw, berpikir/merenung/menyelidiki itu boleh-boleh aja, tapi jangan dijadikan beban. Kamu juga perlu tau, apa yang penting untuk dipikirkan/diselidiki dan apa yang tidak perlu.

Jadi apa yang harus direnungkan dan tidak harus direnungkan?mohon petunjuknya
Hehehe keletihan adalah kejenuhan hidup yang tiada selesainya ( tidak bahagia )
Keraguan adalah ragu ragu akan jalan yang lain seperti cerita si kakek
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana

Offline bluppy

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.163
  • Reputasi: 65
  • Gender: Female
Re: Perjalanan
« Reply #5 on: 16 May 2012, 07:34:11 PM »
yg perlu direnungkan ngk tau juga?

yg perlu diamati ialah present moment
yg lain jangan direnungin dulu
tambah banyak pikiran aja  ;D

mungkin kedengarannya kekanak2an yag?
tapi itu moto saya sehari2 hehehe

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Perjalanan
« Reply #6 on: 19 May 2012, 07:57:37 AM »
Jadi apa yang harus direnungkan dan tidak harus direnungkan?mohon petunjuknya
Hehehe keletihan adalah kejenuhan hidup yang tiada selesainya ( tidak bahagia )
Keraguan adalah ragu ragu akan jalan yang lain seperti cerita si kakek

Apa yang sebaiknya tidak dipikirkan/direnungkan? yaitu objek pikiran yang tidak bermanfaat.
(berikut ini saya kutip dari sutta. Yang dispoiler tidak perlu dibaca kalo dirasa belum perlu)


Spoiler: ShowHide

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_21:_Sakkapanha_Sutta

1.13. Kemudian Sang Bhagavā berpikir: ‘Sakka telah menjalani kehidupan murni sejak waktu yang lama. Pertanyaan apa pun yang ia tanyakan pasti langsung pada intinya dan bukan basa-basi, dan ia akan cepat memahami jawaban-Ku.’ Maka Sang Bhagavā menjawab Sakka dalam syair ini:

‘Tanyakanlah, Sakka, semua yang engkau inginkan! Dan pada setiap pertanyaanmu, Aku akan menenangkan pikiranmu.’

2.1. Setelah diundang demikian, Sakka, raja para dewa, mengajukan pertanyaan pertama kepada Sang Bhagavā: ‘Dengan belenggu apakah, Yang Mulia,[23] makhluk-makhluk terikat – dewa, manusia, asura, nāga, gandhabba, dan jenis apa pun yang ada – yang mana, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan, dan memfitnah, dan dalam kedamaian, tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah?’ Ini adalah pertanyaan pertama Sakka kepada Sang Bhagavā, dan Sang Bhagavā menjawab: ‘Raja para Dewa, adalah belenggu kecemburuan dan ketamakan[24] yang membelenggu makhluk-makhluk sehingga, walaupun mereka ingin hidup tanpa kebencian ... tetapi mereka masih tetap hidup dalam kebencian, menyakiti satu sama lain, bermusuhan dan memfitnah.’ Ini adalah jawaban Sang Bhagavā, dan Sakka gembira, berseru: ‘Jadi, demikian, Bhagavā. Jadi, demikian, Yang Sempurna menempuh Sang Jalan! Melalui jawaban Bhagavā, aku telah mengatasi keraguanku dan melenyapkan keraguanku!’

2.2. Kemudian Sakka, setelah [277] mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang memunculkan kecemburuan dan ketamakan, apakah asal-mulanya, bagaimanakah hal itu muncul? Karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Kecemburuan dan ketamakan, Raja para Dewa, muncul dari rasa suka dan tidak suka,[25] ini adalah asal-mula, inilah bagaimana hal-hal tersebut muncul, ketika suka dan tidak suka ini muncul, maka muncullah kecemburuan dan ketamakan, ketika suka dan tidak suka tidak ada, maka kecemburuan dan ketamakan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan suka dan tidak suka? ... karena adanya apakah, hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya apakah, hal-hal tersebut tidak muncul?’ ‘Hal-hal tersebut muncul, Raja para Dewa, dari keinginan[26] ... karena ada keinginan, maka hal-hal tersebut muncul, karena tidak adanya keinginan, maka hal-hal tersebut tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan keinginan? ....’ ‘Keinginan, Raja para Dewa, muncul dari pemikiran[27] ... ketika pikiran memikirkan sesuatu, maka keinginan muncul; ketika pikiran tidak memikirkan apa-apa, maka keinginan tidak muncul.’ ‘Tetapi, Yang Mulia, apakah yang menimbulkan pemikiran? ....’ ‘Pemikiran, Raja para Dewa, muncul dari kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak[28] ... ketika kecenderungan ini ada, maka pemikiran muncul, ketika kecenderungan ini tidak ada, maka pemikiran tidak muncul.’

2.3. ‘Jadi, Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu,[29] yang telah mencapai jalan benar yang diperlukan yang menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak?’ [278]
‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis kebahagiaan:[30] jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan[31] dan keseimbangan.[32] Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan kebahagiaan? Beginilah Aku memahami kebahagiaan: Ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor-faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka kebahagiaan demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dalam mengejar kebahagiaan demikian, faktor-faktor tidak baik berkurang dan faktor-faktor yang baik meningkat, maka kebahagiaan demikian harus dikejar. Sekarang, kebahagiaan demikian yang disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran,[33] dan yang tidak disertai awal-pikiran dan kelangsungan-pikiran, yang ke dua adalah lebih luhur. Hal yang sama berlaku bagi ketidakbahagiaan dan [279] keseimbangan. Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang dijalankan oleh bhikkhu itu yang telah mencapai jalan benar ... menuju kepada lenyapnya kecenderungan untuk mendapatkan lebih banyak.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavā.

2.4. Kemudian Sakka, setelah mengungkapkan penghargaannya, menanyakan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian yang diharuskan oleh peraturan?’[34]
‘Raja para Dewa, Aku menyatakan ada dua jenis perbuatan jasmani: jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku bagi ucapan dan dalam mengejar tujuan. [280] Mengapakah Aku menyatakan hal ini sehubungan dengan perbuatan jasmani? Beginilah Aku memahami perbuatan jasmani: Ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik meningkat dan faktor-faktor yang baik berkurang, maka perbuatan jasmani demikian harus dihindari. Dan ketika Aku mengamati bahwa dengan melakukan suatu perbuatan tertentu, faktor-faktor tidak baik berkurang dan faktor-faktor yang baik meningkat, maka perbuatan jasmani demikian harus diikuti. Itulah sebabnya, Aku membuat perbedaan ini. Hal yang sama berlaku untuk ucapan dan dalam mengejar tujuan. [281] Dan ini, Raja para Dewa, adalah praktik yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian yang diharuskan oleh peraturan.’ Dan Sakka mengungkapkan kegembiraannya atas jawaban Sang Bhagavā.

2.5. Kemudian Sakka mengajukan pertanyaan selanjutnya: ‘Yang Mulia, praktik apakah yang telah dijalankan oleh bhikkhu itu, yang telah mencapai pengendalian atas indria-indrianya?’


‘Raja para Dewa, Aku menyatakan hal-hal yang terlihat oleh mata ada dua jenis: jenis yang harus dikejar, dan jenis yang harus dihindari. Hal yang sama berlaku untuk hal-hal yang dikenali oleh telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran.’ Sampai di sini, Sakka berkata: ‘Bhagavā, aku mengerti makna selengkapnya dari apa yang Bhagavā sampaikan secara singkat. Bhagavā, objek apa pun yang dilihat oleh mata, jika pengejaran ini mengarah pada meningkatnya faktor-faktor tidak baik dan berkurangnya faktor-faktor baik, maka ini sebaiknya tidak dikejar; jika pengejaran ini mengarah pada berkurangnya faktor-faktor tidak baik dan meningkatnya faktor-faktor baik, maka objek ini [282] sebaiknya dikejar. Hal yang sama berlaku untuk hal-hal yang dikenali oleh telinga, hidung, lidah, badan, dan pikiran. Demikianlah aku mengerti makna selengkapnya dari apa yang Bhagavā sampaikan secara singkat, dan dengan demikian melalui jawaban Bhagavā, aku telah mengatasi keragu-raguanku dan menyingkirkan keraguanku.’
__________________________


Apa saja hal-hal yang tidak bermanfaat?

Menurut saya, yaitu segala sesuatu yang menebalkan nafsu, kebencian, dan kebodohan. Mungkin ini terkesan teoritis dan mudah, tapi sebenarnya sulit dan halus.

Jika kita tidak tau Jalan yang benar dan Bagaimana Menjalaninya, sampai kapan pun kita akan selalu hidup bersama pikiran-pikiran tidak bermanfaat. dan makin lama makin terakumulasi. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Pertama, kita tidak menyadari bahwa suatu pikiran tertentu adalah tidak bermanfaat. Karena tidak tau, kita terus memikirkannya, menghayatinya, dirasa-rasa, diingat-ingat, meresap ke dalamnya, menganggapnya begitu solid, dst.

Kedua, kita tau bahwa suatu bentuk pikiran adalah tidak bermanfaat, tapi kita tidak tau Jalan keluar darinya. Atau sekalipun kita tau Jalannya, tapi kita tidak mempraktikkannya dengan tekun.


Jadi, kalo kita kembali ke postingan awal kamu, IMHO, kamu tidak perlu terlalu memikirkan tentang Akhir Perjalanan. Biarpun kamu merindukannya dan terus memikirkannya, kamu tidak akan sampai kalo kamu tidak tau Jalan yang benar dan Bagaimana Menjalaninya. Kamu berjalan sampai kapanpun dan sejauh apapun, tetap tidak akan sampai. Intinya, lebih baik kamu menyelami Jalan itu daripada mengkhayal tentang Rasa sebuah Akhir Perjalanan.

______________________________

Lalu, tentang keraguan. Temanmu menyarankan untuk "tidak terus bertanya-tanya tapi yakinlah dan nikmati saja perjalanan ini". Menurut saya saran teman kamu itu kurang tepat. Pertanyaan adalah perlu, selama pertanyaan itu bermanfaat dan berhubungan dengan Jalan. Kamu perlu tau apakah Jalan yang kamu tempuh itu sudah benar atau belum.

Pertanyaan mendasar dan teoritis bisa kamu peroleh jawabannya dari sutta atau dari teman/guru yang bijaksana. Tapi saat kamu menjalani praktik, seringkali banyak pertanyaan yang hanya bisa kamu jawab sendiri melalui pemahaman langsung kamu.
______________________________

Lalu, tentang Keyakinan. Keyakinan haruslah berdampingan dengan Kebijaksanaan. Keyakinan tanpa Kebijaksanaan hanyalah menjadi kepercayaan buta. Bagaimana keyakinan tumbuh bersama kebijaksanaan? yaitu ketika kamu mempraktikkan Jalan, lalu dengan pengalaman kamu sendiri, kamu tau bahwa ternyata Jalan bukanlah sekadar teori. Kamu sudah merasakan kebenarannya sedikit demi sedikit.

Ada sebuah contoh (saya lupa contoh persisnya, dulu ada di ceramahnya Bhante Uttamo). Saya ubah sedikit aja. Misalnya kamu mau pergi ke rumah temanmu. Kamu belum pernah pergi ke sana, tapi temanmu sudah memberikan petunjuk: "dari Jalan A, kamu belok kiri. Nanti kamu ketemu jembatan. Dari jembatan, kamu lurus terus saja, nanti kalo ketemu pohon beringin, kamu belok kanan. Kamu jalan terus nanti ketemu pos satpam. Lalu jalan terus, nanti ketemu rumah yang dicari".

Saat kamu mengikuti petunjuk itu, kamu mulai dari Jalan A, lalu belok kiri. Eh... benar! kamu ketemu jembatan. Trus kamu lurus terus, Eh... benar! ketemu pohon beringin. Terus kamu belok kanan, eh... benar! ketemu pos satpam. Nah, kalo kamu sering bertemu momen-momen "Eh...benar!" maka makin lama keyakinan kamu semakin kuat bahwa peta itu benar.

Menjalani Jalan juga sama seperti itu. Kemarin kebetulan dapat contoh bagus dari postingan Sumedho:

Quote
‘Para bhikkhu, seorang yang bermoral tidak perlu berharap: “Semoga aku bebas dari penyesalan.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang bermoral terbebas dari penyesalan.

‘Seorang yang bebas dari penyesalan tidak perlu berharap: “Semoga aku bergembira.” Adalah suatu kewajaran bahwa pada seorang yang bebas dari penyesalan, maka muncul kegembiraan.

‘Seorang yang gembira tidak perlu berharap: “Semoga aku merasakan sukacita.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang gembira merasakan sukacita.

‘Seorang yang merasakan sukacita tidak perlu berharap: “Semoga jasmaniku tenang.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang merasakan sukacita memiliki jasmani yang tenang.

‘Seorang yang jasmaninya tenang tidak perlu berharap: “Semoga aku merasakan kebahagiaan.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang jasmaninya tenang merasakan kebahagiaan.

‘Seorang yang berbahagia tidak perlu berharap: “Semoga pikiranku terkonsentrasi dalam samādhi.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang berbahagia memiliki samādhi.

‘Seorang yang memiliki samādhi tidak perlu berharap: “Semoga aku mengetahui & melihat sebagaimana adanya.” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang memiliki samādhi akan mengetahui & melihat sebagaimana adanya.

‘Seorang yang mengetahui & melihat sebagaimana adanya tidak perlu berharap: “Semoga aku terhindar [dari penderitaan].” Adalah suatu kewajaran bahwa seorang yang mengetahui & melihat sebagaimana adanya terhindarkan.

‘Seorang yang terhindarkan tidak perlu berharap: “Semoga nafsu memudar.” Adalah suatu kewajaran bahwa nafsu memudar pada seorang yang terhindar.

‘Seorang yang nafsunya memudar tidak perlu berharap: “Semoga aku menyaksikan pengetahuan & penglihatan pembebasan.” Adalah suatu kewajaran bahwa nafsu memudar akan menyaksikan pengetahuan & penglihatan pembebasan …

‘Demikianlah, para bhikkhu, dhamma mengalir dan memenuhi dhamma untuk menyeberang dari pantai sini ke pantai seberang.’

- Sang Buddha, AN 11.2

Misalnya kamu menyempurnakan moralitas, eh...benar! saya bebas dari penyesalan. Saat bebas dari penyesalan, eh.. benar! saya gembira. Dst.

Inilah bagaimana Keyakinan tumbuh beriringan dengan Kebijaksanaan.
___________________________________


IMHO, Sutta yang bisa dijadikan pegangan utama untuk menempuh Jalan yaitu Digha Nikaya 22, Mahasatipatthana Sutta. Coba kamu baca berulang-ulang, pahami, dan jalani. Ini link-nya:

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_22:_Mahasatipatthana_Sutta
« Last Edit: 19 May 2012, 08:08:33 AM by dhammadinna »

Offline Alucard Lloyd

  • Sebelumnya: a.k.agus
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 529
  • Reputasi: 13
  • Gender: Male
  • buddho
Re: Perjalanan
« Reply #7 on: 19 May 2012, 11:09:31 AM »
Perjalanan hidup 02

Hening,....
Entah sudah berapa lama aku duduk diam disini.
Perasaan damai ini begitu indah bagai udara sejuk yang kurasakan tidak berbentuk dan berwarna tapi dapat kunikmati demikan indahnya bagi pernafasan diri ku.
Tidak ada niat dan keinginan untuk bergerak dari tempat duduk ini, perasaan nyaman begitu melekat dalam hati sehingga aku dapat duduk diam berlama lama.
Nikmatnya hening dalam duduk ku tiba tiba saja terusik oleh suatu cahaya terang didalam semak semak persih dihadapan ku.
Cahaya terang kecil kelap kelip sebentar bercahaya sebentar redup.
Aku tertarik untuk memperhatikan cahaya itu.
Cahaya yang kuperhatikan berwarna putih terang.
Cahaya yang seakan datang mengoda keheningan duduk ku.
Semakin kuperhatikan cahaya itu makin bersinar terang dan rasa penasaran diri muncul sehingga aku bergerak menuju sumber cahaya itu.
Aku berjalan kearah semak semak yang bercahaya itu kusibak semak semak rimbun itu. Apa yang kulihat di balik semak belukar itu membuat ku tak percaya bukan cahaya yang kudapat tapi sebuah jalan jalan yang sangat kuno yang sudah tidak pernah orang lalui karena mungkin sudah tak pernah dipakai lagi, sejak jalan baru dibuat.
Cahaya terang putih itu lenyap sudah entah kemana?
Dan jalan yang baru saja kutemukan membuat ku penasaran kemana jalan ini mengarah?
Aku mencoba meyelidiki semak semak belukar yang ada siapa tahu aku dapat menemukan petunjuk jalan kuno ini mengarah?
Sedikit demi sedikit semak semak yang ada di sekeliling ku aku hancurkan berusaha mencari petunjuk tetang jalan kuno ini.
Tidak ada petunjuk satu pun untuk jalan kuno yang baru saja aku temukan.
Tetapi rasa penasaran ku muncul ingin meyelidiki jalan ini dan mencari cahaya terang yang hilang itu.

Aku diam sesaat,... Menarik nafas secara perlahan dan melepaskan nya secara perlahan juga. Aku mencoba mengumpulkan semangat dan keberanian yang ada didalam diri untuk melangkah dijalan yang baru saja aku temukan.
Selangkah demi selangkah aku berjalan begitu banyak semak semak liar yang harus ku hancurkan untuk dapat berjalan dijalan ini tidak jauh dari awal langkah ku yang pertama aku sudah dapat melihat sebuah cahaya terang dan suara air menderu angin kencang berhembus menerpa tubuh ini.
Aku terus berjalan dan berjalan dan apa yang kulihat dari ujung jalan ini adalah air dan cahaya yang begitu banyak tanah putih dan begitu halus tidak padat. Angin menderu bermain dangan air sehingga menjadi air yang bergelombang. Aku sangat takjub aku belum pernah merasakan ini sebelumnya apakah ini adalah ujung dunia? Apakah ini?
Aku berjalan menghampir perbatasan air dan tanah halus ini.
Mata ku memandang jauh dan dapat kulihat sebuah batu besar penuh dengan pepohonan dan kuperhatikan ada sebuah kuil besar berdiri tegak dengan kokoh ditengah tengahnya.
Aku diam dan berusaha mencari jalan untuk keseberang sana?
Aku mengamati sekitar berusaha mencari petunjuk?
Kulihat disebelah kanan ku aku melihat sebuah papan yang sangat rapuh terlihat dipapan tua itu tertulis tulisan " dengan kau tidak berdiam diri dan meronta kau dapat menyeberangi banjir "
Aku mencoba memahami apa arti dari tulisan ini?

Hari sudah berubah menjadi gelap cahaya terang hilang berganti rembulan udara sejuk berubah menjadi dingin suara gelombang air membawa aku untuk senyap di malam ini.

Sunyi,...
Senyap,...
Hening,...
Agama ku tidak bernama
Karena guru ku telah parinibbana
Yang tertinggal hanyalah dahmma
Agar aku dapat mencapai nibbana