1. saya bilang deradikalisasi bisa dilakukan, bukan masalah mudah atau susah. Mudah atau susah tergantung metode dan kemampuan pihak yang menjalankan deradikalisasi.
2. Apakah menjadi radikal itu harus jadi teroris? (kalau yang anda maksud teroris adalah orang2 yang meledakkan bom dan menggunakan senjata tajam dalam menebar teror)
3. Apa anda tidak tau kalau setidaknya ada kelompok2 yang memiliki basis dari 2 agama di Indonesia ini? Sejauh yang saya tau, ada 2 agama yg punya kelompok2 radikal. Di kabupaten saya tinggal ada 2 kelompok dari 2 agama yang berbeda yang mengusung radikalisme.
Dua-duanya tidak pakai bom dan tidak pakai senjata api, tapi sudah bikin saya dan anggota masyarakat lain resah, karena basis agamanya berseberangan. Untuk diketahui aja: 1 satu anak SMA pernah jadi korban kelompok ini, masuk bui, entah sekarang sudah bebas atau belum.
Radikal 2 kelompok beda agama ini seperti apa? Apakah ultra fanatik ke dalam ataukah ingin menghancurkan pihak lawan? Apakah kedua-duanya bertujuan seperti itu ataukah salah satu saja dan pihak yang satunya justru untuk mengantisipasi?
Sekali lagi, orang yang kena paham radikal tidak harus berubah menjadi teroris.
Coba anda periksa lagi semua terdakwa 911, apakah warga negara US atau orang-orang kiriman Alkoidah? Siapa yang jadi perancangnya, siapa yang jadi eksekutornya, bisa diperiksa apakah warga negara setempat atau bukan. Kalau pun warga negara, apakah jadi warga negara sebagai batu loncatan untuk melakukan serangan teror ?
Eskekutornya M.Atta, cs bukan WN USA. Otaknya Osama juga bukan WN USA. Tapi jangan dilupakan kelanjutan2nya, seperti rencana bom sepatu di pesawat yang terbang dari Eropa ke USA, penembakan2 dari dalam mobil yang menewaskan beberapa orang di kota Amerika (sorry lupa kotanya). Dan beberapa kasus lain termasuk Taliban American yang juga WN USA yang juga beragama 'itu'.
Yakin nih cuma bandara? Kenapa cuma bandara? Nggak sekalian stasiun kereta?
Madrid 11M (2004) kejadiannya di kereta.
Ya, seperti di KA India juga
Kenapa harus dibuhungkan dengan kemiskinan?
Saya tidak ngetik orang jadi radikal karena miskin. Saya ngetiknya: orang yang jiwanya bahagia mana ada yang mau diajak radikal.
Faham atau ide radikal itu masuk ke otak orang-orang karena ada alasannya. Masuknya ide radikal ini juga kan ada pihak yang masukin ke otaknya orang-orang.
Justru itulah, semua agama punya orang2 yg anda katakan tidak bahagia. Nah mengapa tidak semua agama produknya seperti yang satu itu? Karena di agama mereka tidak diajarkan seperti itu.
Catatan:
saya juga termasuk orang yang males kutak-katik kitab suci agamanya orang lain untuk memaparkan bagian mana yang mendorong orang ke arah radikalisme relijius. Tapi, saya punya catatanya, dan mudah diperoleh di internet (dari sumber yang kredibel, bukan situs/forum tempat fitnah memfitnah).
Ngapain nyari di forum, mending langsung ke yg paling kredibel: dari orang yg (dulu) agamanya itu, bahasa ibunya bahasa timteng (jadi tidak bisa difitnah bahwa dia nggak ngerti maksud sebenarnya dari yg terutlis di kitab, bahwa dia salah mengartikan, dll), dan (ini yang plaing penting) dengan referensi isi ayat2 kitabnya sendiri, jadi bukan kibulan, bukan karangan, bukan opini pribadi, bukan penelitan ahli, dll.
Tinggal google "ali sina" dan anda pasti ketemu situsnya, tapi situs ini diblokir di banyak negara 15lam termasuk indonesia. Apakah sumber anda dari sini atau dari sumber para sarjana bule termasuk mereka yang PC (politically correct), berbicara yang baik2 saja tanpa berani mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya.
saya pahamlah maksud Sanjiva. jadi, sebetulnya saya nggak berseberangan kok dengan anda.
tapi, sebagai bahan berkaca diri, ada baiknya iseng-iseng baca ini (semoga linknya bisa dibuka)
http://www.loonwatch.com/2012/07/warrior-monks-the-untold-story-of-buddhist-violence-i/
Gw sudah baca link anda.
Pendapat gw adalah :
1. Tidak semua opini bule otomatis benar. Dengan argumen penelitan profesor ini itu. Sarjana Asia juga banyak meneliti dan bukan hanya bule yang bisa.
2. Tulisannya tendensius dan bernada apriori, lihat saja tulisan berikut :
This remark reveals a profound ignorance of history. Stereotypes notwithstanding, the Buddhist tradition is no stranger to violence. This little known story is retold by Professors Michael Jerryson and Mark Juergensmeyer in the book Buddhist Warfare. Jerryson writes:
Violence is found in all religious traditions, and Buddhism is no exception. This may surprise those who think of Buddhism as a religion based solely on peace. Indeed, one of the principal reasons for producing this book was to address such a misconception. Within the various Buddhist traditions (which Trevor Ling describes as “Buddhisms”), there is a long history of violence. Since the inception of Buddhist traditions 2,500 years ago, there have been numerous individual and structural cases of prolonged Buddhist violence. [1]
Prof. Jerryson writes in Monks With Guns: Discovering Buddhist Violence of armed Buddhist monks in Thailand. He notes that the West’s romantic view of Buddhism
shield an extensive and historical dimension to Buddhist traditions: violence. Armed Buddhist monks in Thailand are not an exception to the rule; they are contemporary examples of a long historical precedence. For centuries monks have been at the helm, or armed in the ranks, of wars. How could this be the case? But more importantly, why did I (and many others) hold the belief that Buddhism=Peace (and that other religions, such as Islam, are more prone to violence)?
He then answers his own question:
Buddhist Propaganda
It was then that I realized that I was a consumer of a very successful form of propaganda. Since the early 1900s, Buddhist monastic intellectuals such as Walpola Rahula, D. T. Suzuki, and Tenzin Gyatso, the Fourteenth Dalai Lama, have labored to raise Western awareness of their cultures and traditions. In doing so, they presented specific aspects of their Buddhist traditions while leaving out others.Apakah tulisan Dr Walpola Rahula, Dalai Lama itu propaganda, dan menutup2i buddhism violence?
Lucu sekali. Dan nampaknya para 'scholar' ini tidak bisa membedakan antara agama dengan kebijakan pemerintah seperti di Srilangka vs Tamil misalnya.
Sebagai penutup:
Gw tidak memungkiri bahwa di taurat yahudi dan perjanjian lama kr15ten terdapat ayat2 violence, tapi perlu anda ingat dan ketahui:
- Ruang lingkup yahudi hanya di 'tanah perjanjian' yang menjadi sengketa di timteng sekarang, tidak ada cita2 di torah untuk menguasai dunia.
- Kr15ten (barat) juga sudah meninggalkan ayat2 violence di PL, malah seperti kasus perang Bosnia, mereka malah menghantam sesama negara kr15ten serbia dan malah membela bosnia 15lam.
- Nah yang 'satu' itu menjadi cita2 mereka untuk menguasai dunia, menundukkan semua kafir (yg tidak beragama mereka), memurtadkan mereka atau kalau tidak mau, harus bayar pajak khusus dan mengaku takluk sepenuhnya. Ini tertulis di kitabnya, menjadi perintah bagi seluruh umat untuk melaksanakan perintah tuhan ini. Inilah sumber kekerasan yang diyakini menjalankan perintah tuhan, termasuk yang terbaru kasus di madura.