easter-japanese

Mengenang Venerable Dr. K. Sri Dhammananda Nāyaka Maha Thera 18 Maret 1919 – 31 Agustus 2006. Ini adalah artikel terakhir yang disampaikan Venerable Dr. K. Sri Dhammananda Nāyaka Maha Thera

Orang-orang sering menanyakan pertanyaan ini, ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual. Ini disebabkan setiap orang memikirkan mengenai hidup dengan cara pandang duniawi. Suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati? Tetapi kita perlu memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthā deva-manussānaṃ, guru para dewa dan manusia. Kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Kemudian para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya. Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi kita untuk mengembangkan pikiran dan pemahaman kita. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada seseorang yang menciptakan dan memelihara peristiwa ini. Untuk membantu yang lain memahami konsep ini, mereka mengubah energi ini menjadi suatu bentuk dan mewakilinya secara fisik sebagai patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan ini begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk dan untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Kita selalu memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga kita membutuhkan seseorang untuk bergantung padanya, untuk melindungi kita. Seringkali kekuatan ini dirubah menjadi tuhan yang tunggal. Sekarang sebagian orang bergantung pada tuhan untuk segalanya. Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang pergi dari sini dan tinggal di surga yang abadi. Hal itu memuaskan kehausan akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan.

Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak tuhan atau pembawa pesan (nabi) tetapi sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang dengan bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan dan menanam semua kualitas, kebajikan, kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja. Ia menemukan bahwa tidak ada tuhan yang menciptakan alam semesta.

Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan tanpa dukungan dari tuhan manapun. Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti makhluk manusia. Tetapi arti dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikiran menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas, untuk mencapai pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah tuhan, kita tidak seharusnya mencoba membuktikan bahwa beliau adalah tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan. Beberapa orang mengklaim bahwa tuhan mereka telah memberikan pesan kepada umat manusia. Jika pesan itu adalah untuk semua umat manusia di dunia ini, mengapa tuhan tidak menyatakan pesannya kepada orang banyak, tetapi justru menyatakannya kepada satu orang. Sang Buddha tidak mendorong siapapun untuk percaya apapun atau mengklaim bahwa beliau di perintahkan oleh kekuatan tertinggi untuk melakukan sesuatu.

Suatu hari, seorang pendeta kristiani datang menemui saya bersama dengan pengikutnya untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” (Apa yang Umat Buddha Percaya) dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku ini, untuk anda membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasihati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, paṭipatti dan paṭivedha.1 Ada tiga cara untuk berlatih. Pertama kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Sang Buddha mengatakan bahwa pertama anda harus mencoba untuk memahami.

Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah sammādiṭṭhi, pengertian (pemahaman) benar. Sang Buddha memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman benar bukannya iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Sekarang anda dapat memahami bahwa jalan Sang Buddha dalam memperkenalkan agama dengan tidak meminta kita untuk percaya apapun tetapi untuk belajar, berlatih, dan mengalami hasilnya.

Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Setelah memahami ajaran ini, anda mencoba untuk melatihnya dan setelah itu setiap orang menghormati anda ketika mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan tes pada hasil latihan anda sendiri. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar dan anda tidak mengikutinya karena suruhan atau perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman kita dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu adalah salah atau benar. Sebagai contoh Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan atau lupakan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk anda mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasihati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai seluas itu. Karena itulah hanya manusia saja yang dapat menjadi Buddha. Hanya dengan mengembangkan pikiran mereka, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita, untuk bertindak sesuai dengan pengalaman kita. Kemudian kita dapat mengalami hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “Buddhaṃ Sarañaṃ Gacchāmi” (Saya berlindung kepada Buddha). Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasihati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut.

Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbāna atau Ia tinggal di suatu tempat lainnya? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian.

Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata,2 “ayaṃ antimā jāti, natthi dāni punabbavo”, inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang orang-orang alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu yang singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Dalam sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia puas dengan kehidupan ini. Semua orang mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin. Dengan memahami situasi ini Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir (rebirth). Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik maupun wujud apapun kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin kita. Oleh karena itu jika kita tidak menyukai penderitaan, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan/keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Tetapi kita ingin berada dalam semua kejengkelan atas penderitaan dan masalah, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah dan perang dan kehancuran. Hewan-hewan tidak hidup dengan menciptakan banyak masalah yang tidak perlu untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka pergi keluar dan menangkap makhluk hidup lain, menghilangkan rasa lapar mereka dan pergi tidur. Tetapi manusia tidak dapat merasa puas tanpa haus terhadap begitu banyak hal lainnya. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia kita. Oleh karena kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kehendak buruk itu, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.

Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga kita dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi dengan hal itu saja tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya atau kebijaksanaan. Sebelum kemangkatan Sang Buddha banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan penyembahan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan olehNya. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun (setelah Sang Buddha parinibbāna) tidak ada satu pun rūpaṃ (patung, gambar) Sang Buddha karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rūpaṃ dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rūpaṃ Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk rūpaṃ Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.

Penganut beberapa agama lain mengutuk kita sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha lakukan. Beberapa ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah, ribuan orang berkumpul. Māra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius.

Māra bukanlah makhluk hidup tetapi gangguan dan rintangan batin yang kuat yang menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Kemudian Māra dipersonifikasikan sebagai Yang Jahat. Māra ini mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihāra. Kemudian para umat perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Māra. Tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha. Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Māra dan ia juga pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Māra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Māra merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka juga berusaha sekuat tenaga tetapi ia juga tidak bisa melepaskannya. Kemudian Māra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma juga mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil melepaskannya. Kemudian Brahma mengatakan kepada Māra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Māra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Māra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha karena dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau hidup beberapa ratus tahun setelah Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Māra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Y.M. Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Māra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Y.M. Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Māra berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Māra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Ini adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rūpaṃ (patung/gambar) Sang Buddha. Ketika anda menyimpan rūpaṃ Sang Buddha dan menghormatinya, anda juga dapat menggunakannya sebagai objek untuk meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala. Anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Ini adalah simbol keagamaan. Bagaimana rūpaṃ Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia dapat dipahami melalui peristiwa berikut. Selama Perang Dunia Kedua di Burma kepala komandan pasukan menemukan rūpaṃ kecil Buddha yang indah. rūpaṃ itu begitu menarik bagi pikirannya. Ia mengirim rūpaṃ itu ke Sir Winston Churchill, yang pada waktu itu adalah Perdana Menteri Inggris, dengan catatan yang berbunyi, “letakkanlah patung ini di atas meja anda. Kapan pun anda merasa khawatir atau permasalahan, lihatlah pada wajah patung ini. Saya yakin anda akan dapat menenangkan pikiran anda.”

Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki patung kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan patung itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”

Anatole France yang merupakan sarjana Perancis, mengunjungi Musium London dan untuk pertama kali dalam hidupnya ia melihat råpaü Buddha. Setelah melihat rūpaṃ Buddha itu, ia berkata, “Jika tuhan telah turun ke bumi dari surga, ia tidak lain adalah sosok ini.” Namun rūpaṃ bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rūpaṃ (patung/gambar) apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rūpaṃ. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rūpaṃ (patung/gambar) tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Salah satu anggota kita telah menyimpan rūpaṃ Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rūpaṁ itu dan ia tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha kita. Mereka mengikuti tradisi, menyembah, berdoa, melakukan persembahan, chanting3 tetapi mereka tidak mencoba memahami ajaran Sang Buddha. Sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rūpaṃ (patung/gambar) Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.

Menurut aliran Buddhisme Mahayana ada 3 tubuh Sang Buddha atau 3 kaya, yaitu Sambhogakaya, Nirmanakaya, Dharmakaya. Ia menggunakan Sambhogakaya and Nirmanakaya untuk melakukan makan, tidur, berjalan, berbicara, menasihati, mengajar. Semua aktivitas ini Ia lakukan dengan tubuh fisik. Ketika Sang Buddha mencapai parinibbāna kedua tubuh ini menghilang. Tetapi Dharmakaya atau tubuh Dharma Sang Buddha tidak pernah dapat menghilang. Menurut aliran Buddhisme Mahayana, Sang Buddha Amitabha berada di tanah suci Sukhavati. Mereka yang melafalkan namanya dengan hormat dan mereka yang menyembahnya akan lahir di tanah suci dan yang nantinya akan mendapatkan kesempatan untuk mencapai Nibbāna. Menurut cara berpikir dan kepercayaan mereka, konsep ini memberikan banyak harapan dan kepercayaan bahwa Sang Buddha masih tetap hidup sampai semua makhluk mencapai pembebasan terakhir.

Sang Buddha pernah menyatakan, “Apakah Sang Buddha muncul atau tidak, Dhamma tetap ada selamanya di dunia ini.” Ketika seorang Buddha muncul, Ia menyadari bahwa orang-orang telah melupakan Dhamma yang sejati. “Dhamma yang saya pahami ini bukanlah Dhamma yang diciptakan olehku”, kata Sang Buddha. Dhamma ini selalu ada tetapi orang-orang telah salah menafsirkannya, menciptakan konsep yang salah menurut imajinasi diri mereka sendiri dan secara keseluruhan mencemarkan kemurnian Dhamma. Bahkan hal ini terjadi sekarang, setelah 2500 tahun Sang Buddha mengungkapkan kebenaran sebagai Dhamma. Orang-orang melakukan kesalahan-kesalahan selama berabad-abad lamanya atas nama Sang Buddha. Hal ini bukan berarti mereka benar-benar mengikuti nasihat yang diberi oleh Sang Buddha. Tetapi mereka memperkenalkan praktik kebudayaan tradisional mereka yang dicampur dengan Buddhisme dan memperkenalkannya sebagai Buddhisme. Sebagai umat Buddha, kita harus berusaha untuk mempelajari apa yang diajarkan oleh Sang Buddha dan berusaha untuk melatih apa yang Sang Buddha ajarkan untuk mencari keselamatan kita.

Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Ambillah sebagai perumpamaan, kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu. Lagi, mereka yang menemukan atom atau energi atom, dapat menggunakan energi atom ini untuk tujuan pembangunan ataupun penghancuran. Jadi adalah tugas kita untuk menggunakan energi ini dalam cara-cara yang patut. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom ini. Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau neraka. Sang Buddha dapat memberitahu anda apa yang tidak dilakukan dan apa yang dilakukan untuk mencapai keselamatan kita, itulah satu-satunya yang dapat Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas anda adalah berlatih apa yang telah Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain. Buddha, dewa/tuhan juga tidak dapat melakukannya. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan setelah semua kesalahan yang dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya? Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepadanya untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda. Tapi Sang Buddha juga tidak dapat menyingkirkannya dari pikiran anda. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari, “Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, gangguan, dan kesulitan dan menyakiti dan mengganggu yang lain. Saya harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin saya dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang dibuat oleh kita, tetapi kita sendiri yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Jika siapapun yang telah melakukan sebuah perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau Buddha. Namun ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Anda harus menimbulkan tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika anda mengembangkan perbuatan bajik anda, dampak dari kamma buruk yang anda perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Ambil sebagai contoh Angulimāla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimāla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimāla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimāla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimāla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimāla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.” Angulimāla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimāla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimāla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbāna. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya.4 Ia mengembangkan kamma baik dan kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi efek atau dampak dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Jika saya mengatakan Sang Buddha tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik hal ini bertolak belakang dengan ajaran Sang Buddha. Di lain hal jika saya mengatakan bahwa Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian alam semesta dalam wujud fisik banyak orang sangat tidak senang karena mereka haus akan perwujudan/keberadaan yang tidak dapat dipuaskan. Selain itu mereka mengatakan hal ini merupakan ketidakadaan. Hal ini bukanlah ketidakadaan; ini adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbāna atau pembebasan. Di lain pihak ada beberapa orang yang sangat membutuhkan wujud fisik dari rūpaṃ Sang Buddha untuk menenangkan pikiran mereka, mengurangi ketegangan, ketakutan dan kekhawatiran. Meskipun demikian tidaklah benar bagi kita untuk mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian, kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah menyembuhkan penyakit kita dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita. Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita atau alasan bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.

Di lain pihak tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur- unsur atau kekuatan batin, kekuatan kamma ini untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbāna maka mereka berpikir bahwa Nibbāna itu adalah suatu tempat. Nibbāna bukanlah suatu tempat, Nibbāna merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbāna atau tujuan akhir dalam hidup. Jadi jawaban terbaik untuk pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” adalah Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi.


Catatan Kaki
  1. Pariyatti: memahami Dhamma secara teoritis melalui membaca, belajar, mendengar. Paṭipatti: mempraktekkan Dhamma. Paṭivedha: penembusan, pencapaian, realisasi Dhamma. ↩︎

  2. Dalam Mahapadāna Sutta (Dīgha Nikāya 14) dikisahkan setiap Bodhisatta, calon Samma Sambuddha lahir, Ia mengucapkan “ayaṃ antimā jāti, natthi dāni punabbavo” (inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir bagiku). ↩︎

  3. Chanting: melantunkan paritta atau mantra. ↩︎

  4. Dalam Angulimāla Sutta (Majjhima Nikāya 86) dikisahkan Y.A. Angulimāla pun tidak lepas dari buah kamma buruk yang telah beliau lakukan yang seharusnya membuat beliau menderita di neraka. Beliau ditimpuk dengan batu oleh sekelompok orang ketika hendak menerima dàna, sehingga kepalanya berdarah. ↩︎